PerumahanCirebon.com. – Begitu penting dan strategisnya peran pertanahan sehingga kerap kali menjadi sumber konflik dan sengketa dengan berbagai pihak.
Munculnya Berbagai konflik ini harus ditangani sejak awal dengan melibatkan masyarakat dan regulasi serta perlindungan yang jelas dari pemerintah mulai tingkat desa.
Tanah kerap menjadi sumber konflik dan sengketa yang bukan antar perorangan tapi bisa antar orang dengan lembaga/perusahaan maupun antar perusahaan bahkan dengan instansi pemerintah. Hal ini tidak terlepas dari peran dan fungsi strategis tanah sehingga banyak menyebabkan konflik.
Menurut Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Surya Tjandra, penyebab tanah kerap menjadi sumber konflik tidak terlepas dari peran strategis pertanahan itu. Tanah bisa merupakan sumber makanan, sumber kehidupan, dan lainnya sehingga mendorong orang untuk memperebutkan dan dimanipulasi karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
“Karena itu menjadi salah satu tujuan pemerintah untuk mengelola pertanahan dan tata ruang yang bisa mewujudkan kesejahteraan rakyat. Itu juga yang menjadi tujuan dalam rencana strategis Kementerian ATR/BPN salah satunya adalah menyelesaikan sengketa dan konflik pertanahan selain terus memperbaiki pelayanan publik,” ujarnya.
Lebih jauh lagi, sengketa maupun konlfik pertanahan harus bisa ditertibkan mulai dari sistem administrasi pertanahan di tingkat desa dan kecamatan. Selain itu konflik pertanahan yang kerap terjadi, jelas Surya, karena belum optimalnya kebijakan satu peta, keterbatasan sumber daya manusia, banyaknya institusi yang mengelola surat tanah, dan belum tertibnya dalam pelaksanaan administrasi pertanahan.
Karena itu Kementerian ATR/BPN terus berupaya untuk melakukan pencegahan dan menyelesaikan sengketa dan konflik pertanahan hingga tingkat desa dengan metode kolaborasi. Di Jawa Tengah misalnya, metode Trisula diterapkan antara Kementerian ATR/BPN, pemerintah daerah, hingga pemerintahan desa.
Dengan metode Trisula ini bisa memperjelas pemanfaatan tanah dari pengendalian tata ruang serta memfasilitasi pemberdayaan masyarakat di sisi lain dapat meningkatkan nilai tanah. Hal ini juga untuk memberikan kepastian hukum atas tanah di desa-desa sehingga manfaat lain dari tanah seperti kemudahan perizinan serta memudahkan proses pengadaan tanah untuk pembangunan.
Ketua Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Cahya Ningsih Tedjawisastra menambahkan, untuk melakukan pencegahan konflik pertanahan memang sudah seharusnya masyarakat bersinergi dengan pemerintah desa setempat sehingga apabila diterbitkan suatu sistem baru di desa masyarakat harus dilibatkan.
“Jadi sejak awal pemerintah desa ini harus melibatkan masyarakat supaya terbangun sinergi. Konflik yang terjadi umumnya karena masyarakat kurang aware dengan masalah pertanahan. Untuk ini juga perlu dilakukan pendampingan maupun advokasi sehingga bisa memberikan kontribusi lebih banyak terkait sengketa yang biasa terjadi,” jelasnya.
Belum ada komentar